Perkembangan
industri gula dewasa ini mulai menunjukkan arah yang berbeda dibandingkan
dengan beberapa tahun yang lalu. Komoditas gula yang dulu harganya sekitar dua
kali lipat harga komoditas beras, sekarang harganya setara dengan harga beras.
Padahal ditinjau dari sisi produksi, memproduksi gula membutuhkan usaha dan
biaya yang jauh lebih besar daripada memproduksi beras. Inilah yang membuat
produk gula yang dulu menjadi andalan industri gula untuk mendapatkan laba
sudah mulai bergeser menjadi hanya untuk menutup biaya produksi. Pertanyaannya
adalah darimana pabrik gula bisa bertahan hidup dan mendapatkan laba bila
produk utamanya hanya cukup untuk menutup biaya produksi?
Untuk
bertahan hidup dan terus bertumbuh, pabrik gula harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang terjadi dewasa ini. Peluang untuk mendapatkan laba secara
signifikan dari hasil produksi yang berupa gula sudah sangat sulit diharapkan,
maka pabrik gula harus mencari sumber – sumber pendapatan dari komoditas selain
gula. Disinilah dituntut adanya kreativitas dari pengelola pabrik gula untuk
mendiversifikasikan produk yang dihasilkan. Pabrik gula selain menghasilkan
gula, dalam proses produksinya juga menghasilkan tetes (molasses), blotong, abu ketel dan ampas tebu (bagasse) sebagai
produk sampingan. Produk – produk sampingan tersebut selama ini hanya dibiarkan
dan bila ada yang laku (molasses)
dijual sebagaimana adanya.
Beberapa
tahun belakangan, produk sampingan yang berupa blotong dan dan abu ketel sudah
mulai diolah sehingga menjadi produk pupuk kompos yang lebih berdayaguna. Dari pengolahan
kedua produk sampingan (atau bisa disebut limbah produksi) ini, pabrik gula bisa
meningkatkan keuntungan. Di satu sisi, pabrik gula bisa melakukan penghematan
biaya, seperti biaya pembuangan abu ketel dan blothong yang selama ini membutuhkan
biaya yang cukup besar, dengan adanya pengolahan abu ketel dan blothong menjadi
kompos, biaya pembuangan tersebut bisa dipangkas. Di sisi lain, dari produksi
kompos, pabrik gula bisa meningkatkan pendapatan dari penjualan pupuk kompos.
Namun
kontribusi pendapatan pabrik gula yang berasal dari diversifikasi kedua produk
sampingan tersebut (blothong dan abu ketel) dirasakan masih sangat minim. Sedangkan
produk – produk sampingan yang lain (molasses
dan ampas tebu) belum tersentuh. Padahal, kedua produk sampingan tersebut (molasses dan ampas tebu) masih bisa
diolah dan ditingkatkan lagi nilai tambahnya. Ditambah lagi masih ada komditas
lain yang bisa dihasilkan dari produk – produk sampingan pabrik gula. Dikutip
dari situs sugarcane.org, produk – produk yang bisa dihasilkan dari tebu antara
lain adalah : gula, bioethanol,
bioelectricity, bioplastik, dan biohidrokarbon.
Menilik
uraian di atas, potensi dan peluang untuk bisa surviving, sustaining and growing masih cukup besar dan terbuka,
syaratnya adalah pabrik gula seharusnya tidak hanya fokus memproduksi gula saja,
tetapi juga harus bisa melakukan diversifikasi dengan cara memproduksi produk –
produk lain yang bernilai tinggi. Karena itu, dimulai sekitar tahun 2010, pabrik
gula di lingkungan PTPN X (Persero) mulai menggali potensi – potensi, dan juga
menginventarisir kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk bisa mewujudkan
visi menjadi pabrik gula modern yang terintegrasi. Pabrik gula modern yang
terintegrasi idealnya merupakan suatu lingkungan industri yang terdiri dari
beberapa pabrik yang berbeda dan memproduksi beberapa produk yang berbeda pula,
namun tetap berbasis tebu.
Dalam tulisan
ini, penulis mencoba menyoroti peran pabrik gula dalam kaitan dengan
terwujudnya suatu lingkungan sugar cane based industry. Berdasarkan
pengamatan terhadap proses produksi dan gambaran umum mengenai sugar cane based industry yang berhasil
penulis dapatkan, penulis mengambil hipotesis bahwa peran pabrik gula dalam sugar cane based industry ini adalah sebagai
poros atau penggeraknya.
Kenapa
penulis menyebut pabrik gula sebagai poros atau penggerak industri yang
terintegrasi ini? Pabrik gula bisa disebut sebagai poros atau penggerak
industri ini karena industri yang lain tidak akan bisa berjalan bila pabrik
gula tidak berproduksi. Produksi kompos di pabrik gula, misalnya, membutuhkan
blothong dan abu ketel yang berasal dari proses pengolahan tebu. Produksi bioethanol,
membutuhkan tetes tebu (molasses)
yang berasal dari proses pengolahan tebu menjadi gula, begitu juga dengan
produksi listrik (bioelectricity)
yang memanfaatkan kelebihan energi dari pembangkit di pabrik gula yang
dibutuhkan untuk proses produksi gula. Intinya, industri yang lain baru bisa beroperasi
dan berproduksi bila pabrik gula beroperasi terlebih dahulu.
Untuk mendukung
perannya sebagai poros atau penggerak tersebut, langkah pertama yang harus
dilakukan oleh pengelola pabrik gula bila ingin mewujudkan sugar cane based industry adalah memperkuat pondasi dari industri
ini, yaitu pabrik gula itu sendiri (off
farm). Pabrik gula sebagai penggerak utama industri ini harus dipastikan mempunyai
kinerja dan berdayatahan tinggi serta senantiasa dalam kondisi good maintain agar bisa tercipta kondisi
zero defect selama proses produksi
berlangsung.
Agar
mempunyai daya tahan tinggi, mesin – mesin tersebut harus dipastikan terbuat
dari bahan – bahan dengan kualitas yang tinggi, dibuat dan dirakit oleh
produsen dengan kemampuan dan kualifikasi yang mumpuni dan diawasi oleh orang –
orang yang juga mempunyai kualifikasi tinggi dibidangnya masing – masing (stakeholder). Setelah mesin – mesin tersebut
jadi, maka harus dipastikan bahwa operatornya (human resources) mempunyai keahlian yang cukup dan dibekali dengan product knowledge yang memadai. Operator
tersebut juga harus memiliki kesadaran tinggi untuk merawat dan memelihara
mesin yang dioperasikannya sebaik mungkin seolah – olah mesin tersebut adalah
miliknya (sense of belonging yang
tinggi).
Mewujudkan
kondisi good maintain ini butuh usaha
yang cukup keras, dan yang lebih penting lagi adalah disiplin yang
berkesinambungan, terutama dalam hal pencatatan mengenai kondisi dan handling peralatan pabrik secara terperinci
(good documentation). Setelah
dilakukan pembaruan mesin – mesin pabrik maupun mesin - mesin pendukung (bisa
berupa overhaoule, penggantian mesin,
penggantian sparepart dan perbaikan) harus segera dimulai sistem pencatatan secara
rapi dan terperinci. Yang perlu dicatat, sebagai contoh misalnya adalah :
- Sparepart apa saja yang sudah diganti?
- Bila ada kerusakan, apa gejala yang terjadi sebelum terjadinya kerusakan tersebut, kemudian bagaimana problem solving-nya, bagian apa yang rusak dan diganti?
- Berapa lama lifecycle suatu sparepart?
- Bagaimana cara perawatan suatu jenis mesin secara umum atau masing – masing bagiannya secara khusus?
- Dan lain – lain yang perlu dilakukan inventarisir mengenai masalah ini secara lengkap oleh orang – orang yang kompeten di bidangnya.
Hal ini
sangat penting dilakukan karena dengan adanya pencatatan seperti ini, data
historis mesin tersebut bisa diketahui bahkan oleh orang yang benar – benar baru
sekalipun. Contohnya dengan adanya pencatatan suatu kerusakan mesin yang pernah
terjadi, bila gejala sebelum terjadinya kerusakan tercatat dengan baik, maka
bila gejala yang sama muncul, kerusakan serupa bisa dicegah dan mesin bisa
diselamatkan sebelum terjadi kerusakan, yang pada akhirnya proses produksi
tidak perlu terganggu terlalu lama untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Kondisi
good maintain ini sangat penting
untuk segera diwujudkan di seluruh lingkungan pabrik gula. Perlu disadari bahwa
pada saat industri pabrik gula nantinya sudah terintegrasi, proses produksi dari masing – masing industri yang terkait
juga akan terintegrasi. Kerusakan yang terjadi pada satu sistem akan
berpengaruh terhadap sistem yang lain. Demikian juga bila ada kerusakan mesin pada
pabrik gula selama proses produksi, bila kerusakan ini sampai berakibat pada
berhentinya proses produksi, maka yang mengalami kerugian akibat berhentinya
proses produk ini bukan hanya pabrik gula itu sendiri, melainkan juga
berpotensi menghentikan proses produksi pada industri yang lain, sehingga pada
akhirnya akan menciptakan losses yang
cukup tinggi pada semua sektor di dalam lingkungan industri ini.
Jadi karena
sangat pentingnya peran pabrik gula dalam sugar
cane based industry ini, maka sangat bisa dimaklumi bila manajemen PTPN X
(Persero) pada beberapa tahun belakangan melakukan upaya revitalisasi yang
cukup masif terhadap mesin – mesin pabrik gula yang sudah mulai dimakan umur
dan ketinggalan teknologi.
Dari
sisi pasokan bahan baku tebu (on farm),
yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana caranya supaya
kelangsungan produksi bisa terjaga dengan adanya kepastian suplai bahan baku. Selama
ini masih sering terjadi pabrik gula berhenti giling karena terputusnya pasokan
tebu. Untuk itu, penataan pola tanam yang mendukung rencana giling pabrik gula
harus diperhatikan dan diperhitungkan dengan cermat. Selain itu, untuk
mendukung proses produksi yang terintegrasi, dibutuhkan varietas tanaman tebu
yang bisa menghasilkan produk sampingan yang sesuai dengan kebutuhan industri –
industri lain. Maka pabrik gula harus selalu berkoordinasi dengan pusat
penelitian gula dan tebu atau bisa dengan mengadakan serangkaian percobaan di
internal untuk menemukan varietas dan pola tanam yang sesuai dengan kebutuhan
industri berbasis tebu ini secara keseluruhan. Setelah hal – hal tersebut bisa
ditentukan maka yang juga tak kalah penting adalah melakukan sosialisasi kepada
petani tebu yang merupakan supplier bahan baku terbesar dari pabrik gula di
lingkungan PTPN X (Persero), sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dengan
kebutuhan pabrik gula dalam proses produksinya.
Terakhir,
penulis mengakui bahwa dengan background
non teknis, maka tulisan ini dibuat sebagian besar hanya berdasarkan pengamatan
saja dan kurang didasarkan pada kemampuan teknis dari penulis. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan adanya koreksi dan saran dari pembaca untuk
perbaikan tulisan ini.