Rabu, 06 Februari 2013

PERAN PABRIK GULA MENUJU SUGAR CANE BASED INDUSTRY



Perkembangan industri gula dewasa ini mulai menunjukkan arah yang berbeda dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Komoditas gula yang dulu harganya sekitar dua kali lipat harga komoditas beras, sekarang harganya setara dengan harga beras. Padahal ditinjau dari sisi produksi, memproduksi gula membutuhkan usaha dan biaya yang jauh lebih besar daripada memproduksi beras. Inilah yang membuat produk gula yang dulu menjadi andalan industri gula untuk mendapatkan laba sudah mulai bergeser menjadi hanya untuk menutup biaya produksi. Pertanyaannya adalah darimana pabrik gula bisa bertahan hidup dan mendapatkan laba bila produk utamanya hanya cukup untuk menutup biaya produksi?

Untuk bertahan hidup dan terus bertumbuh, pabrik gula harus menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dewasa ini. Peluang untuk mendapatkan laba secara signifikan dari hasil produksi yang berupa gula sudah sangat sulit diharapkan, maka pabrik gula harus mencari sumber – sumber pendapatan dari komoditas selain gula. Disinilah dituntut adanya kreativitas dari pengelola pabrik gula untuk mendiversifikasikan produk yang dihasilkan. Pabrik gula selain menghasilkan gula, dalam proses produksinya juga menghasilkan tetes (molasses), blotong, abu ketel dan ampas tebu (bagasse) sebagai produk sampingan. Produk – produk sampingan tersebut selama ini hanya dibiarkan dan bila ada yang laku (molasses) dijual sebagaimana adanya.

Beberapa tahun belakangan, produk sampingan yang berupa blotong dan dan abu ketel sudah mulai diolah sehingga menjadi produk pupuk kompos yang lebih berdayaguna. Dari pengolahan kedua produk sampingan (atau bisa disebut limbah produksi) ini, pabrik gula bisa meningkatkan keuntungan. Di satu sisi, pabrik gula bisa melakukan penghematan biaya, seperti biaya pembuangan abu ketel dan blothong yang selama ini membutuhkan biaya yang cukup besar, dengan adanya pengolahan abu ketel dan blothong menjadi kompos, biaya pembuangan tersebut bisa dipangkas. Di sisi lain, dari produksi kompos, pabrik gula bisa meningkatkan pendapatan dari penjualan pupuk kompos.

Namun kontribusi pendapatan pabrik gula yang berasal dari diversifikasi kedua produk sampingan tersebut (blothong dan abu ketel) dirasakan masih sangat minim. Sedangkan produk – produk sampingan yang lain (molasses dan ampas tebu) belum tersentuh. Padahal, kedua produk sampingan tersebut (molasses dan ampas tebu) masih bisa diolah dan ditingkatkan lagi nilai tambahnya. Ditambah lagi masih ada komditas lain yang bisa dihasilkan dari produk – produk sampingan pabrik gula. Dikutip dari situs sugarcane.org, produk – produk yang bisa dihasilkan dari tebu antara lain adalah : gula, bioethanol, bioelectricity, bioplastik, dan biohidrokarbon.

Menilik uraian di atas, potensi dan peluang untuk bisa surviving, sustaining and growing masih cukup besar dan terbuka, syaratnya adalah pabrik gula seharusnya tidak hanya fokus memproduksi gula saja, tetapi juga harus bisa melakukan diversifikasi dengan cara memproduksi produk – produk lain yang bernilai tinggi. Karena itu, dimulai sekitar tahun 2010, pabrik gula di lingkungan PTPN X (Persero) mulai menggali potensi – potensi, dan juga menginventarisir kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk bisa mewujudkan visi menjadi pabrik gula modern yang terintegrasi. Pabrik gula modern yang terintegrasi idealnya merupakan suatu lingkungan industri yang terdiri dari beberapa pabrik yang berbeda dan memproduksi beberapa produk yang berbeda pula, namun tetap berbasis tebu.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyoroti peran pabrik gula dalam kaitan dengan terwujudnya suatu lingkungan sugar cane based industry. Berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi dan gambaran umum mengenai sugar cane based industry yang berhasil penulis dapatkan, penulis mengambil hipotesis bahwa peran pabrik gula dalam sugar cane based industry ini adalah sebagai poros atau penggeraknya.

Kenapa penulis menyebut pabrik gula sebagai poros atau penggerak industri yang terintegrasi ini? Pabrik gula bisa disebut sebagai poros atau penggerak industri ini karena industri yang lain tidak akan bisa berjalan bila pabrik gula tidak berproduksi. Produksi kompos di pabrik gula, misalnya, membutuhkan blothong dan abu ketel yang berasal dari proses pengolahan tebu. Produksi bioethanol, membutuhkan tetes tebu (molasses) yang berasal dari proses pengolahan tebu menjadi gula, begitu juga dengan produksi listrik (bioelectricity) yang memanfaatkan kelebihan energi dari pembangkit di pabrik gula yang dibutuhkan untuk proses produksi gula. Intinya, industri yang lain baru bisa beroperasi dan berproduksi bila pabrik gula beroperasi terlebih dahulu.

Untuk mendukung perannya sebagai poros atau penggerak tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan oleh pengelola pabrik gula bila ingin mewujudkan sugar cane based industry adalah memperkuat pondasi dari industri ini, yaitu pabrik gula itu sendiri (off farm). Pabrik gula sebagai penggerak utama industri ini harus dipastikan mempunyai kinerja dan berdayatahan tinggi serta senantiasa dalam kondisi good maintain agar bisa tercipta kondisi zero defect selama proses produksi berlangsung.
Agar mempunyai daya tahan tinggi, mesin – mesin tersebut harus dipastikan terbuat dari bahan – bahan dengan kualitas yang tinggi, dibuat dan dirakit oleh produsen dengan kemampuan dan kualifikasi yang mumpuni dan diawasi oleh orang – orang yang juga mempunyai kualifikasi tinggi dibidangnya masing – masing (stakeholder). Setelah mesin – mesin tersebut jadi, maka harus dipastikan bahwa operatornya (human resources) mempunyai keahlian yang cukup dan dibekali dengan product knowledge yang memadai. Operator tersebut juga harus memiliki kesadaran tinggi untuk merawat dan memelihara mesin yang dioperasikannya sebaik mungkin seolah – olah mesin tersebut adalah miliknya (sense of belonging yang tinggi).

Mewujudkan kondisi good maintain ini butuh usaha yang cukup keras, dan yang lebih penting lagi adalah disiplin yang berkesinambungan, terutama dalam hal pencatatan mengenai kondisi dan handling peralatan pabrik secara terperinci (good documentation). Setelah dilakukan pembaruan mesin – mesin pabrik maupun mesin - mesin pendukung (bisa berupa overhaoule, penggantian mesin, penggantian sparepart dan perbaikan) harus segera dimulai sistem pencatatan secara rapi dan terperinci. Yang perlu dicatat, sebagai contoh misalnya adalah :

  1. Sparepart apa saja yang sudah diganti?
  2. Bila ada kerusakan, apa gejala yang terjadi sebelum terjadinya kerusakan tersebut, kemudian bagaimana problem solving-nya, bagian apa yang rusak dan diganti?
  3. Berapa lama lifecycle suatu sparepart?
  4. Bagaimana cara perawatan suatu jenis mesin secara umum atau masing – masing bagiannya secara khusus?
  5. Dan lain – lain yang perlu dilakukan inventarisir mengenai masalah ini secara lengkap oleh orang – orang yang kompeten di bidangnya.


Hal ini sangat penting dilakukan karena dengan adanya pencatatan seperti ini, data historis mesin tersebut bisa diketahui bahkan oleh orang yang benar – benar baru sekalipun. Contohnya dengan adanya pencatatan suatu kerusakan mesin yang pernah terjadi, bila gejala sebelum terjadinya kerusakan tercatat dengan baik, maka bila gejala yang sama muncul, kerusakan serupa bisa dicegah dan mesin bisa diselamatkan sebelum terjadi kerusakan, yang pada akhirnya proses produksi tidak perlu terganggu terlalu lama untuk memperbaiki kerusakan tersebut.

Kondisi good maintain ini sangat penting untuk segera diwujudkan di seluruh lingkungan pabrik gula. Perlu disadari bahwa pada saat industri pabrik gula nantinya sudah terintegrasi, proses produksi  dari masing – masing industri yang terkait juga akan terintegrasi. Kerusakan yang terjadi pada satu sistem akan berpengaruh terhadap sistem yang lain. Demikian juga bila ada kerusakan mesin pada pabrik gula selama proses produksi, bila kerusakan ini sampai berakibat pada berhentinya proses produksi, maka yang mengalami kerugian akibat berhentinya proses produk ini bukan hanya pabrik gula itu sendiri, melainkan juga berpotensi menghentikan proses produksi pada industri yang lain, sehingga pada akhirnya akan menciptakan losses yang cukup tinggi pada semua sektor di dalam lingkungan industri ini.

Jadi karena sangat pentingnya peran pabrik gula dalam sugar cane based industry ini, maka sangat bisa dimaklumi bila manajemen PTPN X (Persero) pada beberapa tahun belakangan melakukan upaya revitalisasi yang cukup masif terhadap mesin – mesin pabrik gula yang sudah mulai dimakan umur dan ketinggalan teknologi.

Dari sisi pasokan bahan baku tebu (on farm), yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana caranya supaya kelangsungan produksi bisa terjaga dengan adanya kepastian suplai bahan baku. Selama ini masih sering terjadi pabrik gula berhenti giling karena terputusnya pasokan tebu. Untuk itu, penataan pola tanam yang mendukung rencana giling pabrik gula harus diperhatikan dan diperhitungkan dengan cermat. Selain itu, untuk mendukung proses produksi yang terintegrasi, dibutuhkan varietas tanaman tebu yang bisa menghasilkan produk sampingan yang sesuai dengan kebutuhan industri – industri lain. Maka pabrik gula harus selalu berkoordinasi dengan pusat penelitian gula dan tebu atau bisa dengan mengadakan serangkaian percobaan di internal untuk menemukan varietas dan pola tanam yang sesuai dengan kebutuhan industri berbasis tebu ini secara keseluruhan. Setelah hal – hal tersebut bisa ditentukan maka yang juga tak kalah penting adalah melakukan sosialisasi kepada petani tebu yang merupakan supplier bahan baku terbesar dari pabrik gula di lingkungan PTPN X (Persero), sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan pabrik gula dalam proses produksinya.

Terakhir, penulis mengakui bahwa dengan background non teknis, maka tulisan ini dibuat sebagian besar hanya berdasarkan pengamatan saja dan kurang didasarkan pada kemampuan teknis dari penulis. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan adanya koreksi dan saran dari pembaca untuk perbaikan tulisan ini.